NEW YORK - Internet, ponsel dan jejaring sosial kini telah merasuk di kehidupan seluruh segmen masyarakat. Gejalanya dianggap hampir sama dengan kecanduan alkohol dan miras. Namun psikolog mengatakan, internet bukanlah candu melainkan kebutuhan yang harus dipenuhi di era modern ini.
Sebuah penelitian di University of Maryland melibatkan 200 siswa sekolah dan mahasiswa yang ditantang untuk meninggalkan internet, ponsel dan jejaring sosial miliknya selama sehari. Setelah satu hari lewat, mayoritas responden tersebut langsung terlihat antusias untuk kembali berinteraksi.
"Kebanyakan mereka yang ikut penelitian ini sangat tidak suka jika harus memutuskan hubungan dengan media sosial yang dimiliki. Sama halnya dengan ketidaksukaan mereka jika dilarang untuk pergi bersama teman atau kerabat," ujar Susan Moeller, seperti dikutip dalam TVNZ, Minggu (25/4/2010).
Bahkan, lanjut Susan, kebanyakan mereka mengeluhkan pelarangan satu hari untuk tidak menggunakan SMS, instant messages, email dan Facebook.
"Saya memang benar-benar telah kecanduan. Dengan mengirim pesan dan chatting bersama teman-teman, saya merasa sangat nyaman sekali. Namun jika saya tidak boleh menggunakannya sama sekali, saya merasa sendirian dan tersingkir dalam pergaulan," ujar salah satu responden, yang menuliskan keluhannya di sebuah blog.
Jika kebanyakan responden tersebut mengaku sangat dekat dengan internet dan ponsel, maka hanya sedikit yang mengaku masih mau membaca berita dan koran.
Namun begitu, Asosiasi Psikiater AS tidak menganggap hal ini sebagai sebuah candu atau penyakit. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah konsekuensi dalam menjalani gaya hidup modern.
Responden dalam penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya loyalitas dalam sebuah program atau platform pemberitaan, atau bahkan personaliti. Mereka hanya mengadakan hubungan biasa dengan sebuah brand baru, dan malah cenderung menghilangkan perbedaan antara sebuah berita dengan informasi umum.
"Mereka peduli dengan apa yang sedang terjadi di sekeliling mereka, baik terhadap teman maupun keoluarga, bahkan masalah yang terjadi di seluruh dunia," ujar ilmuwan peneliti Raymond McCaffrey Ph.D. (srn)
Sumber : okezone.com
Sebuah penelitian di University of Maryland melibatkan 200 siswa sekolah dan mahasiswa yang ditantang untuk meninggalkan internet, ponsel dan jejaring sosial miliknya selama sehari. Setelah satu hari lewat, mayoritas responden tersebut langsung terlihat antusias untuk kembali berinteraksi.
"Kebanyakan mereka yang ikut penelitian ini sangat tidak suka jika harus memutuskan hubungan dengan media sosial yang dimiliki. Sama halnya dengan ketidaksukaan mereka jika dilarang untuk pergi bersama teman atau kerabat," ujar Susan Moeller, seperti dikutip dalam TVNZ, Minggu (25/4/2010).
Bahkan, lanjut Susan, kebanyakan mereka mengeluhkan pelarangan satu hari untuk tidak menggunakan SMS, instant messages, email dan Facebook.
"Saya memang benar-benar telah kecanduan. Dengan mengirim pesan dan chatting bersama teman-teman, saya merasa sangat nyaman sekali. Namun jika saya tidak boleh menggunakannya sama sekali, saya merasa sendirian dan tersingkir dalam pergaulan," ujar salah satu responden, yang menuliskan keluhannya di sebuah blog.
Jika kebanyakan responden tersebut mengaku sangat dekat dengan internet dan ponsel, maka hanya sedikit yang mengaku masih mau membaca berita dan koran.
Namun begitu, Asosiasi Psikiater AS tidak menganggap hal ini sebagai sebuah candu atau penyakit. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah konsekuensi dalam menjalani gaya hidup modern.
Responden dalam penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya loyalitas dalam sebuah program atau platform pemberitaan, atau bahkan personaliti. Mereka hanya mengadakan hubungan biasa dengan sebuah brand baru, dan malah cenderung menghilangkan perbedaan antara sebuah berita dengan informasi umum.
"Mereka peduli dengan apa yang sedang terjadi di sekeliling mereka, baik terhadap teman maupun keoluarga, bahkan masalah yang terjadi di seluruh dunia," ujar ilmuwan peneliti Raymond McCaffrey Ph.D. (srn)
Sumber : okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar